Sabtu, 25 September 2010

Cerita Lebaran

Lebaran tanpa Mudik
Seminggu sebelum lebaran, sekolah kami sudah mulai libur.  Wah senang sekali rasanya.  Suasana menyambut lebaran sudah mulai terasa. Di jalan-jalan beberapa kali terlihat mobil-mobil terbuka yang mengantarkan parcel.  Di rumah pun Ibu mulai membuat daftar belanjaan untuk membuat hidangan khas lebaran.  Hari-hari terakhir Ramadhan terasa lebih menyenangkan karena tidak ada aktivitas sekolah dan kami bisa bermain dengan para sepupu yang sudah datang dari luar kota.
Kami sekeluarga besar melaksanakan Shalat Ied di Masjid At-Ta’awun, Puncak.  Alhamdulillah cuaca cerah.  Suasana di mesjid dan sekitarnya sejuk dengan pemandangan yang sangat indah karena mesjid terletak di ketinggian.  Dari dalam masjid kami dapat melihat hamparan kebun teh, jalan yang berliku dengan latar belakang bukit.  Angin semilir yang berhembus menambah lega perasaan hati.  Dalam khutbahnya, lhatib mengingatkan kita umat Islam tentang ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama kaum muslimin sehingga kita dapat saling membantu sesame muslim dan memperkuat tali silaturahmi.
Idul Fitri artinya hari kemenangan , yaitu kemenangan bagi umat Islam yang telah berhasil menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan.  Menang menahan lapar dan haus, menang menahan amarah, mengendalikan emosi serta berhenti menjahili teman.  Sahabat Rasul menganjurkan untuk menghatamkan Al-Quran, banyak berzakat dan wajib membayar zakat fitrah.  Membayar zakat di bulan Ramadhan merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan.  Dalam salah satu ayat Al-Quran menyebutkan bahwa di dalam harta kita ada harta orang miskin baik yang meminta atau tidak meminta.  Insyaallah ibadah-ibadah kita diterima Allah SWT. Amin.
Dalam suasana Idul Fitri, yang selalu kami nantikan adalah hidangan lebaran.  Opor ayam terasa lebih nikmat disantap sepulang Shalat Ied, padahal hari lain di rumah sering ada menu opor ayam.  Apalagi ditambah dengan ketupat, semur daging betawi dan kerupuk.  Selain itu, kebiasaan kami di rumah adalah menghidangangkan makanan tradisional tape ketan dan kue lepet.  Kue lepet adalah ketan yang dicampur parutan kelapa muda dan dibungkus janur (daun kelapa yang masih kuncup) dan diikat dengan seutas tali dri bamboo.  Rasanya gurih legit.  Ternyata perlu waktu 2 jam untuk merebus lepet tersebut sehingga bias tahan 2 hari.  Saya ikut mencoba membungkus adonan itu, dan ternyata tak semudah yang terlihat.  Dari semua bersaudara , hanya Ibu dan Eyang Putri saja yang bias membuat kue tersebut.
Kalau diantara kue “modern”, saya paling suka cheese cake dan lidah kucing, apalagi yang cokelat , lezat sekali.  Lidah kucing atau katte toungen hanya dibuat dari putih telur sisa pembuatan kue lain, dicampur gula dan mentega.
Keluarga besar kami merasa prihatin di hari 1 Syawal, karena ada salah satu keluarga yang mengalami musibah jatuh dari tangga di rumahnya, sehingga harus disambung tulangnya melalui operasi dan dirawat di rumah sakit.  Kejadian itu pula yang menyebabkan rencana kami sekeluarga mudik ke Jawa Tengah dibatalkan.  Sebenarnya saya menyesal juga karena sudah membayangkan akan ke Semarang atau Solo, bertemu dengan om dan tante serta sepupu yang lain, wisata kuliner, dan rekreasi.  Insyaalah suasana Ramadhan yang penuh berkah dapat kita rasakan lagi di Ramadhan yang akan datang.  Semoga…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar